Mimpi Hari Ini Adalah Kenyataan Esok Hari---------------------. Kita Adalah Da'i Sebelum Menjadi Apapun------------. Jangan Pernah Lelah sampai Kelelahan Itu sendiri Kelelahan Mengejarmu----------------

Minggu, 20 Februari 2011

Kembalikan Musik pada ‘Khittoh’nya

Kembalikan Musik pada ‘Khittoh’nya
Oleh: Teguh Estro*

            Hampir setiap hari, jagad musik Indonesia terus bermunculan lagu-lagu baru. Bukan hanya itu band-band anyar pun kian ramai ‘nampang’ di televisi. Belum selesai menikmati lagu cinta, muncul lagu rindu kemudian disusul lagi lagu-lagu patah hati. Ada yang berteriak penuh semangat mengajak ‘bercinta’ lewat lagunya. Ada juga yang sedih mengajak ‘bunuh diri’ lewat musiknya. Bahkan kini popular hits yang “Baru Kenalan, Langsung Ngajak Tidur”. Begitu asyiknya sampai-sampai anak kecilpun dengan bangga melafadzkan istilah “Cinta Satu Malam”.

            Dunia tarik suara memang menjanjikan ketersohoran yang menggiurkan. Siapa saja asal cantik, seksi dan bisa mengeluarkan suara maka bisa saja melejit menjadi penyanyi papan atas. Karena belakangan ini kualitas suara bisa dikatakan telah ternomorduakan. Bagaimana tidak terkenal, jika penyanyi sudah mulai berani tampil ‘buka-bukaan’ ditambah goyangan pinggul nan asoy dan suara sedikit mendesah-basah. Dan parahnya lagu yang dibawakan pun tidak jauh-jauh dari penampilannya. Terkadang lagu ‘Belah Duren’, ‘Keong Racun’ hingga ‘Mahluk Tuhan Paling Seksi’. Dan para balita hingga tetua hanya asyik menikmati di layar kaca tanpa merasa berdosa.

            Adakalanya saat bulan ramadhan datang, lagu-lagu religius berjubel di mana-mana. Dan stempel lagu religi begitu mudahnya didapatkan. Asalkan sudah disisipi kata ‘Tuhan’, ‘Tobat’ atau ‘Doa’ maka dengan gampangnya disejajarkan dengan sebutan musik religi. Entah penyanyinya siapa, liriknya seperti apa dan videonya berbentuk apa, yang penting religi dan laris di pasaran. Dan ketika bulan suci selesai, maka kembali lagi pada tradisi lama. Ya, kalau tidak lagu cinta mungkin lagu rindu, patah hati, sakit hati hingga sakit gigi.

            fenomena ini berawal dari satu ideologi, yakni ideologi kapitalis para musisi. Mereka hanya mencari untung semata, popularitas dan kesenangan. Para pencipta lagu tak sedikitpun terbesit, bahwasannya lagu tersebut ditujukan untuk membentuk karakter pribadi bangsa. Maka yang dijadikan taruhannya adalah watak pribadi masyarakat Indonesia sendiri. Jika seharian pelajar  dijejali dengan lagu-lagu ‘cengeng’ putus cinta, maka rusaklah generasi bangsa. Belum lagi para balita yang kian mahir menyanyi dan berjoget ala trio macan. Suram sudah harapan bangsa ini karena para penyair sudah ikut meracuni anak negeri. Prinsipnya adalah lagu bisa laris dan digemari banyak fans. Ujung-ujungnya biaya sponsor untuk manggung meningkat.

            Kata berikutnya adalah ideologi hedonisme yang ditularkan para musisi. Gaya hidup penuh pernak-pernik mewah. Pun demikian dengan pergaulan yang bebas. Begitu juga dengan dunia gemerlap sudah menjadi jajanan harian para penyanyi. Sebuah grup band tentu akan menjadi panutan ratusan bahkan jutaan fans nya. Gaya rambut baru, model pakaian, hingga gaya bicaranya pun diikuti semua. Ternyata selain melantunkan syair nan indah, musisi juga mengajarkan gaya hidup kepada bangsa ini.

            Ideologi berikutnya yakni pesimisme yang disuntikkan melalui lagu-lagu ‘cengeng’nya. Hampir semua lagu yang dibawakan membawa kisah yang sama. Seorang yang jatuh cinta hingga tergila-gila setiap harinya. Adalagi cerita seorang yang cemburu buta dengan kekasihnya yang kawin tiga. Bahkan mengisahkan seorang yang hidupnya hancur lantaran patah hati dikhianati bla bla bla. Walaupun dibungkus dengan lirik yang berbeda-beda tetap saja isinya itu-itu juga.
            Dunia musik idealnya bukanlah sekedar hiburan semata. Semisal lirik lagu yang disampaikan olah bang haji Roma Irama. Hampir sebagian besar lirik lagunya adalah karya hebat untuk membentuk pribadi yang baik. Sebut saja lagu ‘Judi’, ‘MIRASANTIKA’ dan masih banyak lagi. Panggung dangdut pun dijadikan lahan menebar kebaikan. Dengan gayanya yang khas, sang raja dangdut ini pun tidak kalah soal penampilannya yang sopan di layar kaca. Pun demikian dengan kritik sosialnya Iwan Fals. Di setiap tembangnya, ia menyadarkan sang penguasa untuk tidak bertindak semena-mena.
            Akhirnya, melalui petikan gitar, lantunan piano, ‘betot’an bass dan merdunya vokal, kita sebenarnya bisa membangun karakter bangsa. Sudah saatnya lagu-lagu bernada ‘cengeng’ yang tengah merebak sekarang bisa segera berubah. Semisal heroisme Nasionalisme yang kian menurun saat ini bisa digugah kembali melalui musik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

------------------------------------------------------------------------------------------------